Perkembangan dan pemikiran dalam
aliran-aliran kebatinan :
dengan mengacu pada studi agama baru Jepang
penulis : ISHIZAWA
Takeshi
(Kemarin saya mengatur isinya hard disk, ketemu
makalah lama. Ini 7 tahun lalu saya tulis sebagai ikhtisaar tesis
MA. Saya malu tidak maju penelitian saya sesudah itu.)
(Minggu, 17 Desember 2000)
Ikhtisar tesis untuk mendapatkan gelar S II di
Universitas Tokyo Program Pasca Sarjana Jurusan Studi Wilayah
nomor mahasiswa:16302
ISHIZAWA Takeshi
Tema tesis ini adalah perkembangan dan pemikiran dalam
aliran-aliran kebatinan. Dan tujuan tesis ini adalah, mendalami
pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan Indonesia pada
zaman sekarang dengan melalui studi aliran-aliran kebatinan.
Tesis ini terdiri dari 4 bab sebagai berikut:
Bab 1: metodologi dan titik tolak permasalahan.
Bab 2; kebangkitkan dan perkembangan aliran-aliran kebatinan|basis
dan sebab.
Bab 3: Pemikiran dan praktek aliran kebatinan |dengan mengambil
contoh Sapta Darma.
Bab 4: aliran-aliran kebatinan pada masa sekarang.
Dalam bab 1, pertama-tama, ditetapkan obyek
penelitian. Kepercayaan dan praktek kebatinan kejawen sudah lama
hidup di Jawa. Tetapi, timbulnya aliran-aliran kebatinan sebagai
suatu sistem terorganisasi adalah fenomena yang baru. Di lain
pihak, zaman yang menjadi obyek tesis ini zaman modern, karena
itu hal yang diteliti bukan kepercayaan kejawen pada umumnya di
Jawa, tetapi aliran-aliran kebatinan atau kepercayaan yang telah
terorganisasi.
Sebagai pendekatan, tesis ini menggunakan hasil-hasil studi agama
baru Jepang. Mengingat adanya hubungan dengan masalah bagaimana
menilai sifat Islam dalam masyarakat dan kebudayaan Jawa. Cliford
Geertz menitikberatkan sifat non-Islam yaitu sifat Hindu, Budha,
dan animisme masyarakat dan kebudayaan Jawa. Tetapi baru-baru
ini, Geertz dikritik, oleh misalnya Mark Woodward dan Nakamura
Mitsuo, yang mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan Jawa,
pada dasarnya, adalah masyarakat dan kebudayaan Islam. Para
kritikus mengritik bahwa Geertz mempunyai konsep Islam yang picik
dari reformis Islam. Penulis sependapat dengan para kritikus
Geertz. Tetapi kalau penulis menerima pendapat para kritikus
tersebut, aliran-aliran kebatinan cenderung dilihat sebagai Islam
yang sesat, dan sifat khas aliran-aliran kebatinan diabaikan.
Bagaimana mengatasi dilema ini?
Menurut hasil-hasil studi agama baru Jepang,
apabila agama baru dapat berdiri sendiri, secara organisasi dan
ajaran, dari agama yang telah terbentuk sejak lama, agama baru
ini dinilai sebagai sebuah agama yang berdiri sendiri. Dan pada
ajaran agama tersebut perlu terbentuk / adanya suatu konsep
penyelamatan. Dalam studi agama-agama baru Jepang, dapat dilihat
suatu konsep penyelamatan yang khas di dalam agama-agama baru
Jepang, yang disebut dengan istilah, "konsep penyelamatan
hidup-isme". Sifat khas "konsep penyelamatan
hidup-isme" ini mementingkan penyelamatan di dunia ini.
Sebaliknya bagi konsep penyelamatan agama yang telah terbentuk
sejak lama, misalnya Islam, Budha, dan Kristen, penyelamatan
diberi di akhirat.
Penulis menggunakan metode studi agama baru Jepang ini untuk
mengfahami sifat khas aliran-aliran kebatinan. Lagipula,
hasil-hasil studi agama baru Jepang banyak sekali, dan konsep
serta istilah untuk analisa cukup sempurna. Hal itu adalah karena
agama-agama baru Jepang memulai berkembang sejak akhir zaman Edo
sampai sekarang, di Jepang ada ribuan agama-agama baru, dengan
pengikut kira-kira 10 sampai 20 % dari penduduk orang Jepang.
Aliran-aliran kebatinan tidak dilihat sebagai agama di Indonesia,
tetapi kalau di Jepang akan dilihat sebagai agama. Dari sudut
ilmu pengetahuan, bukan sudut administrasi, aliran-aliran
kebatinan perlu diteliti sebagai agama.
Dalam bab 2, pertama-tama dijel askan secara
singkat sejarah perkembang Islam di Indonesia dan peranannya
dalam gerakan Kemerdekaan. Dalam hal ini, penulis mememfokuskan
pada kritik terhadap sinkretisme Jawa oleh reformis Islam.
Kemudian, proses kebangkitkan dan perkembangan aliran-aliran
kebatinan dari gerakan Samin sampai terjadinya "Orde
Baru" dan pembersihan diantara aliran-aliran yang
berinfiltrasi PKI. Menurut inventaris yang dibuat oleh Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departmen P dan K, penulis menduga
aliran-aliran kebatinan mulai berkembang sejak 1930-an dan timbul
serentak dan secara tiba-tiba sejak Kemerdekaan.
Selanjutnya, dijelaskan secara singkat kepercayaan dan praktek
kebatinan kejawen sebagai basis atau sumber aliran-aliran
kebatinan. Misalnya semadi, perdukunan dan jiarah, dan lain-lain.
Agama-agama baru Jepang juga mempunyai basis atau sumber yang
sinkretik seperti itu, misalnya kelompok untuk jiarah ke candi
yang terkenal dan gunung yang suci, perdukunan.
Kemudian, penulis meneliti hal-hal yang menjadi sebab
perkembangan aliran-aliran kebatinan. Perkembangan itu mengikuti
gerakan Kemerdekaan. Dan pada waktu itu, reformis Islam, misalnya
Muhamadiyah, juga berkembang. Mereka mengritik kuat sinkretisme
Jawa, sehingga terjadi proses purifikasi Islam maju. Tetapi
orang-orang yang melaksanakan kepercayaan dan praktek kebatinan
kejawen dikritik oleh reformis Islam, sehingga mereka melawan
reformis Islam dengan mengorganisasikan diri sendiri dan
mensistematisasikan kepercayaan dan praktek sendiri. Dengan
demikian, aliran-aliran kebatinan mulai timbul. Setelah
Kemerdekaan pun, penentangan orang kejawen terhadap reformis
Islam berlanjut, baik dalam aspek kepercayaan maupun dalam aspek
politik, bahkan lebih hebat. Oleh Karena itu aliran-aliran
kebatinan berkembang lebih hebat. Dengan demikian sebab
perkembangan aliran-aliran kebatinan, dari sudut agama, adalah
serangan reformis Islam kepada orang kejawen sinkretisme.
Bersamaan dengan itu, pada zaman modern Indonesia, masyarakat,
kubudayaan, dan moral yang kuno dalam keadaan kacau.
Pemikiran-pemikiran baru, nasionalisme, komunisme, dan Islam
modern, masuk ke Jawa. Sehingga orang Jawa perlu mencari
identitas yang sesuai dengan zaman ini, dari warisan kebudayaan
mereka. Itulah sebab perkembangan aliran-aliran kebatinan, yang
dilihat dari sudut masyarakat.
Dalam bab 3, diteliti pemikiran dan praktek
aliran kebatinan, dengan mengambil contoh Sapta Darma. Alasan
Sapta Darma diambil sebagai contoh adalah aliran ini mempunyai
pungikut banyak dari kalangan rakyat biasa yaitu buruh dan
petani, tidak seperti Pangestu, Sumarah dan lain-lain, yang
aliran-aliran itu mumiliki pengikut terutama dari klas menengah.
Sapta Darma lebih mirip dengan agama-agama baru Jepang.
Pertama-tama, dijelaskan secara singkat ajaran dan praktek Sapta
Darma. Kemudian, ajaran dan prakteknya dibandingkan dengan
"konsep penyelamatan hidup-isme" agama-agama baru
Jepang. Dalam ajaran Sapta Darma, hidup-isme tidak ditemukan.
Dalam ajaran agama-agama baru Jepang, tuhan adalah hidup, semua
mahluk mempunyai hidup yang saling berhubungan. Tetapi konsep
tuhan Sapta Darma terlalu sederhana dan abstrak. "Konsepsi
penyelamatan hidup-isme" mementingkan penyelamatan di dunia
ini. Dalam hal ini, Sapta Darma sama dengan "Konsep
penyelamatan hidup-isme"
. Dalam konsep penyelamatan Sapta Darma, pengikutnya mendapat
penyelamatan di dunia ini. Sapta Darma sebetulnya mengabaikan
konsep akhirat dan penyelamatan yang diberikan di akhirat.
Dipentingkan daya mengobati sakit dan budi luhur yang didapat
dengan etika dan moral sehari-hari. Hal itu juga sama dengan
agama-agama baru Jepang.
Dalam bab 4, pertama-tama, dijelaskan secara
singkat proses diakuinya kedudukan legal aliran kebatinan dalam
"Orde baru" oleh pemerintah. Pada tahun 1973, Sidang
Umum MPR menetapkan GBHN. Dalam GBHN ini, termasuk bagian yang
mengakui kedudukan aliran-aliran kebatinan. Selanjutnya, di
Sidang Umum MPR 1978, meskipun ada perlawanan dari PPP, kedudukan
legal aliran-aliran kebatinan diakui kembali.
Dalam pidato kenegaraan tgl.16 Agustus 1978, Presiden mengatakan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam kenyataannya
memang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Bangsa
Indonesia. Dalam GBHN 1983 pun, ditulis bahwa perikehidupan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah selaras dengan
penghayatan dan pengamalan Pancasila. Mengapa aliran-aliran
kebatinan mulai diakui dan dibina seperti itu oleh pemerintah?
Penulis menduga bahwa pembinaan terhadap aliran-aliran kebatinan
sebagai pengekangan terhadap kelompok Islam. Bagi Presiden,
setelah PKI dihapuskan, lawan politiknya adalah kelompok Islam
saja. Setelah PPP menerima Pancasila pada tahun 1984, PPP tidak
menjadi lawan terhadap Presiden. Pada saat ini, Presiden berusaha
menjaga keseimbangan. Misalnya dengan mengakui kelompok
inteligensia Islam yang dikutuai oleh Ir.Habibi, dan turun tangan
dalam peristiwa majalah "Monitor". Sedangkan mengenai
aliran-aliran kebatinan, menurut Niels Mulder, pada saat ini
orang kejawen tidak begitu masuk dan giat dalam kegiatan
aliran-aliran kebatinan seperti dahulu. Sekarang, orang kejawen
mungkin lepas dari organisasi aliran dan kembali pada kepercayaan
dan praktek pribadi. Kecenderungan bahwa agama menjadi
kepercayaan dalam hati pribadi ini, dapat dilihat pula di Jepang.
Agama baru Jepang yang terbaru mempunyai kecenderungan tersebut.
Kini serangan dari kelompok Islam terhadap aliran-aliran
kebatinan telah melemah, karena itu aliran-aliran kebatinan
kembali bentuk awal, yaitu kepercayaan dan praktek pribadi orang
kejawen sebelum terorganisasinya aliran kebatinan.